Situs Gunungpadang merupakan situs
prasejarah peninggalan kebudayaan
Megalitikum di
Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa
Karyamukti, Kecamatan
Campaka,
Kabupaten Cianjur.Lokasi
dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan kota kecamatan
WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas
kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m
dpl, dan areal situs ini sekitar 3
ha, menjadikannya sebagai kompleks
punden berundak terbesar di
Asia Tenggara.
Laporan pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada
Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun 1914. Sejarawan Belanda,
N. J. Krom
juga telah menyinggungnya pada tahun 1949. Setelah sempat "terlupakan",
pada tahun 1979 tiga penduduk setempat, Endi, Soma, dan Abidin,
melaporkan kepada Edi, Penilik Kebudayaan Kecamatan Campaka, mengenai
keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang
tersusun dalam suatu tempat berundak yang mengarah ke
Gunung Gede[1].
Selanjutnya, bersama-sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen
Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan
pengecekan. Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan
geologi yang dilakukan
Puslit Arkenas pada tahun 1979 terhadap situs ini.
Lokasi situs berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya
memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran
batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh
lembah-lembah yang sangat dalam
[1]. Tempat ini sebelumnya memang telah dikeramatkan oleh warga setempat.
[2] Penduduk menganggapnya sebagai tempat
Prabu Siliwangi,
raja Sunda, berusaha membangun istana dalam semalam.
Fungsi situs Gunungpadang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi masyarakat yang bermukim di sana pada sekitar 2000 tahun S.M.
[2]
Hasil penelitian Rolan Mauludy dan Hokky Situngkir menunjukkan
kemungkinan adanya pelibatan musik dari beberapa batu megalit yang ada
[3]. Selain Gunungpadang, terdapat beberapa tapak lain di Cianjur yang merupakan peninggalan periode megalitikum.
Sejak Maret 2011 Tim peneliti Katastrofi Purba yang dibentuk kantor
Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam survei
untuk melihat aktifitas sesar aktif Cimandiri yang melintas dari
Pelabuhan Ratu sampai Padalarang melewati Gunung Padang. Ketika tim
melakukan survei bawah permukaan Gunung Padang diketahui tidak ada
intrusi magma. Kemudian tim peneliti melakukan survei bawah permukaa
Gunung Padang secara lebih lengkap dengan metodologi geofisika, yakni
geolistrik, georadar, dan geomagnet di kawasan Situs tersebut. Hasilnya,
semakin meyakinkan bahwa Gunung Padang sebuah bukit yang dibuat atau
dibentuk oleh manusia (man-made). Pada November 2011, tim yang dipimpin
oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja, terdiri dari pakar kebumian ini
semakin meyakini bahwa Gunung Padang dibuat oleh manusia masa lampau
yang pernah hidup di wilayah itu.
Hasil survei dan penelitian kemudian dipresentasikan pada berbagai
pertemuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional, bahkan
mendapat apresiasi dari Prof. Dr. Oppenheimer. Kemudian tim katastrofi
purba menginisiasi pembentukan tim peneliti yang difokuskan untuk
melakukan studi lanjutan di Gunung Padang, dimana para anggota peneliti
diperluas dan melibatkan berbagai bidang disiplin ilmu dan berbagai
keahlian. Sebut saja Dr. Ali Akbar seorang peneliti prasejarah dari
Universitas Indonesia, yang memimpin penelitian bidang arkeologi.
Kemudian Pon Purajatnika, M.Sc., memimpin penelitian bidang arsitektur
dan kewilayahan, Dr. Budianto Ontowirjo memimpin penelitian sipil
struktur, dan Dr. Andang Bachtiar seorang pakar paleosedimentologi,
memimpin penelitian pada lapisan-lapisan sedimen di Gunung Padang.
Seluruh tim peneliti itu tergabung dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri
Gunung Padang yang difasilitasi kantor Staf Khusus Presiden Bidang
Bantuan Sosial dan Bencana. Menariknya seluruh pembiayaan penelitian
dilakukan secara swadaya para anggota peneliti.
Berbagai temuan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang ini
akhirnya dilakukan uji radiometrik karbon (carbon dating, C14).
Menariknya hasil uji karbon pada laboratorium Beta Miami, di Florida AS,
menera bahwa karbon yang didapat dari pengeboran pada kedalaman 5 meter
sampai dengan 12 meter berusia 14.500-25.000 tahun. Hasil laporan
selengkapnya sebagai-berikut: Bangunan di bawah permukaan situs Gunung
Padang terbukti secara ilmiah lebih tua dari Piramida Giza. Hal ini
merujuk pada hasil pengujian karbon dating Laboratorium Batan
(indonesia) dengan metoda LSC C14 dari material paleosoil di kedalaman
-4m pada lokasi bor coring 1, usia material paleosoil adalah 5500 +130
tahun BP yang lalu. Sedangkan pengujian material pasir di kedalaman -8
s.d. -10 m pada lokasi coring bor 2 adalah 11000 + 150 tahun.
Hasil mengejutkan dan konsisten dikeluarkan oleh laboratorium Beta
Analytic Miami, Florida,minggu lalu tambahnya dimana umur dari lapisan
dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter bada bor 2 umurnya
sekitar 14500 – 25000 SM/atau lebih tua. Sementara beberapa sample
konsisten dengan apa yg di lakukan di Lab BATAN. Kita tahu laboratorium
di Miami Florida ini bertaraf internasional yang kerap menjadi rujukan
berbagai riset dunia terutama terkait carbon dating.
Hasil kedua laboratorium ini menjawab keraguan banyak pihak atas uji
sampel di laboratorium BATAN. Sebelumnya,tim riset terpadu mandiri telah
melakukan uji terkait usia Gunung Padang di laboratorium BATAN, namun
tidak banyak respon positif, bahkan meragukannya. Padahal hasil yang
diperoleh oleh kedua laboratorium itu tidak banyak berbeda, Sudah
saatnya kita percaya terhadap kemampuan dan kualitas para ilmuwan serta
laboratorium nasional seperti BATAN, berikut hasil uji di dua
laboratorium tersebut:
1. Umur dari lapisan tanah di dekat permukaan (60 cm di bawah
permukaan) ,sekitar 600 tahun SM (hasilcarbon dating dari sampel yg
diperoleh Arkeolog, Dr. Ali Akbar,anggota tim riset terpadu di
Laboratorium Badan Atom Nasional (BATAN);
2. Umur dari lapisan pasir-kerikil pada kedalaman sekitar 3-4 meter
di Bor-1 yang melandasi Situs Gunung Padang di atasnya (sehingga bisa
dianggap umur ketika Situs Gunung Padang di lapisan atas dibuat) sekitar
4700 tahun SM atau lebih tua (diambil dari hasil analisis BATAN;
3. Umur lapisan tanah urug di kedalaman 4 meter diduga man made
stuctures (struktur yang dibuat oleh manusia)dengan ruang yang diisi
pasir (di kedalaman 8-10 meter) di bawah Teras 5 pada Bor-2,sekitar
7600-7800 SM (Lab Miami Florida);
4. Umur dari pasir yang mengisi rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau lebih tua (Lab Batan);
5. Umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter,sekitar 14500 – 25000 SM/atau lebih tua (lab Miami Florida).
Sebelumnya tim riset katastropik purba dan dilanjutkan tim terpadu
penelitian mandiri Gunung Padang menemukan beberapa hal penting:
Pembukaan semak-semak pada sisi Tenggara teras 5 ke arah bawah
menemukan 20 tingkat terasering punden berundak disusun oleh masyarakat
yang berbudaya gotong royong mempunyai kemampuan teknologi yang maju.
Terasering punden berundak ini mematahkan hipotesis penelitian
sebelumnya bahwa situs gunung Padang hanya terdiri dari 5 teras pada
area seluas 900 m2. Dengan dibukanya 20 tingkat terasering menunjukan
bahwa situs gunung Padang sangat besar. Diperkirakan zona inti utama
situs gunung Padang lebih besar dari 25 hektar. Pembukaan semak2 dan
hasil pemindaian USG Georadar pada sisi Timur teras 2 ke arah bawah
menemukan bentuk struktur pintu gerbang buatan manusia. Hasil
pengambilan sampel dengan bor coring 1, memastikan struktur buatan
manusia sampai dengan kedalaman -27m dari permukaan teras 3. Hasil
pengambilan sampel dengan bor coring 2, menemukan struktur rongga2 besar
buatan manusia yang berisi pasir dengan butiran yang sangat seragam.
Hasil pengukuran dengan geomagnetik menemukan anomali medan magnetik
yang besar pada teras 2.
6. Adanya tanda-tanda berbentuk gambar atau cekungan buatan manusia
pada setiap batu yang berada di teras 1 s.d. 5. Penelitian mengenai
makna bentuk gambar dan aksara yang terbentuk pada batu breksi andesit
merupakan hal terbaru.
Selain riset dan survei, kajian pustaka terus dilakukan. Sebut saja pada
Naskah Bujangga Manik dari abad ke-16 menyebutkan suatu tempat "
kabuyutan" (tempat leluhur yang dihormati oleh orang Sunda) di hulu
Ci Sokan, sungai yang diketahui berhulu di sekitar tempat ini
[4].
Menurut legenda, Situs Gunungpadang merupakan tempat pertemuan berkala
(kemungkinan tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda Kuna. Saat
ini situs ini juga masih dipakai oleh kelompok penganut agama asli Sunda
untuk melakukan pemujaan.
Jika dilihat dari atas, gunung padang terlihat sangat persis
bentuknya dengan piramida yang ada di mesir. umurnya diperkirakan jauh
lebih tua dari pada piramida mesir sekitar 10.000 tahun sebelum masehi.
karena sesungguhnya gunung padang bukanlah gunung melainkan bangunan
berbentuk mirip dengan piramida yang telah terkena timbunan debu
vulkanik sehingga terlihat seperti gunung yang sudah ditumbuhi
pepohonan. didalam gunung padang dipercaya memiliki ruang didalamnya
yang kini telah tertimbun tanah.
Dalam situs gunung padang ditemukan alat musik yang berupa batu
persegi panjang yang bergelombang pada bagian atasnya, jika setiap
gelombang dipukul, maka akan mengeluarkan bunyi yang berbeda antar
gelombang satu dengan yang lain. dan alat musik dari batu itu dapat
dimainkan dengan benar.
Ada beberapa orang yang percaya kalau situs gunung padang memiliki
keterkaitan dengan situs piramida yang ada di mesir, dikarenakan
bentuknya yang mirip dengan ruang didalamnya dan karena umurnya yang
jauh lebih tua dibandingkan piramida yang ada di mesir. saaat ini situs
padang masih berada dalam masa pengkajian lebih lanjut.
Menelusuri misteri situs Gunung Padang. Usia "piramida" Gunung Padang
diperkirakan 4.700-10.900 tahun sebelum Masehi--bandingkan dengan
piramida Giza di Mesir, yang hanya 2.500 SM. Namun pembuktian belum
maksimal, dan ini menyebabkan pakar geologi masih ragu terhadap
"piramida" itu. Terlalu dini untuk diumumkan. Oleh karena itu Tim
Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang melanjutkan penelitiannya pada 2013
ini.
Hingga saat ini Gunung Padang sudah menjadi buah bibir setelah Tim
Katastrofi Purba meneliti patahan gempa Cimandiri, sekitar empat
kilometer ke arah utara dari situs tersebut.
Kontroversi merebak setelah Andi merilis ada sejenis piramida di
bawah Gunung Padang pada awal tahun lalu. "Apa pun nama dan bentuknya,
yang jelas di bawah itu ada ruang-ruang," kata Andi. "Selintas tak
seperti gunung, seperti man-made."
Kecurigaannya berawal dari bentuk Gunung Padang yang hampir segitiga
sama kaki jika dilihat dari utara. Sebelumnya, Tim juga menemukan bentuk
serupa di Gunung Sadahurip di Garut dan Bukit Dago Pakar di Bandung
saat meneliti patahan Lembang.
Andi Arief mengatakan pekerjaan timnya di Gunung Padang sudah hampir
kelar. Untuk urusan penggalian, dia angkat tangan karena membutuhkan
biaya besar. Namun demikian, Andi Arief bersama Tim Terpadu Riset
Mandiri Gunung Padang terus melanjutkan penelitian dan survei untuk
mengetahui lebih jauh bawah permukaan Gunung Padang dengan berbagai
metodologi, baik geofisika, arkeologi, paleosedimentasi, arsitektur dan
kawasan, dan lain-lain. Direncanakan tim ini akan terus bekerja hingga
Maret 2014 nanti.
Menjelang akhir tahun 2012, para peneliti Tim Terpadu Riset Mandiri
Gunung Padang mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi hasil riset dan
survei pada 2012 dan merencanakan riset lanjutan di Gunung Padang. Pada
pertemuan itu dihadiri oleh geolog andal, Dr. Danny Hilman Natawijaya,
paleosedimentolog, Dr. Andang Bachtiar, arkeolog muda ahli prasejarah,
Dr. Ali Akbar, ahli budaya, Dr. Lily Tjahjandari, praktisi arsitek dan
kawasan, Pon Purajatnika, ahli kompleksitas dan astronomi, Hokky
Situngkir, Rolan Mauludi, ahli permodelan sipil, Dr. Budianto
Ontowirjo,ahli petrografi, Dr. Andri S Subandrio, geofisisis, Erick
Ridzky, dan tentu saja dihadiri juga oleh inisiator tim, Andi Arief.
Pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Staf Khusus Presiden pada 18
Desember 2012 itu, menghasilkan pandangan-pandangan baru dari para ahli
yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri memaparkan dan
mendiskusikan temuan-temuan riset dan langkah-langkah ke depan. Tim
Geologi memandang bahwa survei dan kajian yang dilakukan sudah mencapai
99% telah mendapatkan data lengkap baik data hasil survei geolistrik,
georadar, maupun geomagnetik, serta dan alat bantu geofisika lainnya.
Selain tentunya citra satelit, foto IFSAR, kontur dan peta model dijital
elevasi (DEM). Dari berbagai data yang dihasilkan itu, ditambah dengan
pembuktian paleosedimentasi di beberapa titik bor sampling, serta
analisa petrografi, secara saintifik bisa disimpulkan bahwa memang ada
man-made structure di bawah permukaan situs Gunung Padang.
Bangunan di bawah permukaan ini juga dipastikan memiliki chamber dan
bentuk-bentuk struktur lain (dugaan goa atau lorong), serta
kecenderungan adanya anomali magnetik di berbagai lintasan alat
geofisika. Temuan ini makin diperkuat dengan temuan Tim arkeologi yang
berhasil menemukan artefak-artefak di barat dan timur bangunan Gunung
Padang juga tersingkap, terutama di luar situs definitif saat ini.
Bahkan temuan awal artefak berupa batu melengkung di sisi timur situs,
menunjukkan dugaan kuat sebagai “pintu masuk” ke dalam bangunan bawah
permukaan Gunung Padang. Temuan arkeologi ini, merupakan temuan terbaru
sejak situs ini pertama kali ditemukan.
Di samping itu, Tim sipil dan arsitek sudah sampai tahap maju, selain
memaparkan berbagai jenis potongan batu (yang menunjukkan campur tangan
manusia dan teknologi masa itu), juga memaparkan luasan situs yang jauh
lebih besar dari yang ada sekarang. Tim ini sudah menemukan struktur
yang hampir mirip dengan temuan di sumba Nusa Tenggara. Sebelumnya tim
arsitektur menemukan kemiripan yang sama dengan piramida Machupichu
Peru.
Dalam waktu dekat struktur imaginer yang lebih detail akan dibuat
berdasarkan perbandingan yang ada. Sementara Tim astronomi akan
menyelesaikan temuan timeline tahun pembuatan yang bisa secara saintifik
dilakukan di luar hasil radio-carbon dating yang sudah dilakukan sampai
validasi di dua lab yaitu labpratorium Badan Atom Nasional dan
laboratorium radio-carbon di Miami Florida, Amerika Serikat.
Apa yang akan dilakukan Ke depan? Semua tim terus bekerja dengan
titik konsentrasi di lokasi yang berada di luar situs. Tim arkeologi
menjadi terdepan membuka “pintu peradaban” leluhur kita yang sangat luar
biasa ini. Adapun bentuk dan isi di dalamnya akan secara otomatis
terkuak. Kita berharap kelanjutan riset ini berjalan lancar, dan akan
selalu akan diumumkan terbuka kepada masyarakat.
Disadari bahwa riset ini bukan hanya milik peneliti tetapi milik
masyarakat luas. Kita berharap tidak berhenti pada terbukanya pintu
peradaban saja, lebih dari itu ditemukan sesuatu yang bermanfaat dan
dirasakan langsung oleh rakyat, ada dampaknya buat kesejahteraan rakyat
masa kini dan masa depan.